Tiada Alasan untuk Tidak Membaca
^^^ Ini tulisanku waktu kelas berapa yaa?? SMA pokoknyaaa.. Waktu ada tugas dari Mr. Arif yang superduper semangat dan cerdasnyaaaa.. ^^^ kangen Pak Arif deeh.. :D
“Buka jendela
dunia dengan membaca”. Begitulah kurang lebih slogan yang sering kita dengar
atau bahkan tertulis di dinding-dinding perpustakaan maupun tempat-tempat
lainnya. Membaca pada dasarnya adalah aktivitas yang sangat bermanfaat. Selain
untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, membaca buku juga dapat melatih
kemampuan berfikir, menulis, dan berbicara di depan umum. Dari membacalah, otak
kita akan terisi dengan berbagai materi yang telah kita baca. Sehingga kita
akan dapat menjadikannya refrensi tambahan untuk menulis dan bahan menarik yang
dapat kita sampaikan untuk orang lain. Namun sayangnya, banyak kaum terpelajar
yang diharapkan dapat membuka jendela dunia itu justru kurang tertarik untuk
membaca buku. Terlebih buku-buku sastra yang sebenarnya akan memberikan banyak
manfaat jika ada kemauan untuk membacanya.
Banyak hal yang
menjadi sebab semakin sedikitnya kaum pelajar yang gemar membaca buku-buku
sastra. Salah satunya adalah karena kurangnya minat baca dari siswa itu
sendiri. Terlebih saat melihat buku-buku sastra yang biasanya tercetak sangat
tebal dan tanpa ada gambar sedikitpun, mereka akhirnya kian malas untuk
membacanya. Jangankan membaca, menyentuhpun mereka enggan. Ditambah lagi harga
buku-buku sastra yang dapat dibilang mahal dan tidak pas di kantong pelajar.
Jika mereka meminjam buku ke perpustakaan, rasa malas itu akan tumbuh kembali
karena beberapa hal, seperti ; kurang banyaknya koleksi buku perpustakaan,
kurangnya kenyamanan ruangan dan kurang ramahnya petugas perpustakaan.
Faktor lainnya
yaitu karena alasan lebih efektif dan efisien. Di zaman yang semuanya serba
praktis seperti sekarang ini, membaca karya sastra memang dianggap sesuatu yang
kurang efektif. Karena, beberapa tahun
terakhir ini, sangat banyak karya sastra, sebut saja novel yang telah
difilmkan. Tak hanya di Bioskop yang butuh merogoh uang saku, namun juga banyak
stasiun televisi dimana cerita sinetronnya banyak yang diangkat dari novel.
Melihat film maupun sinetron tentunya akan jauh lebih asyik daripada membaca
karya sastra. Ketika melihat film, dengan mudahnya kita akan mengetahui alur
jalannya cerita sedangkan ketika membaca novel kita perlu konsentrasi khusus
untuk memahami jalinan ceritanya dari awal hingga selesai. Walaupun, tidak
dapat dipungkiri bahwa ada jalinan kata yang amat indah yang tidak dapat
ditemui dalam film, melainkan hanya didapat ketika kita membaca novel.
Melihat
menurunnya tingkat membaca siswa tersebut, tentunya kita harus segera melakukan
perbaikan. Salah satunya yaitu dengan menanamkan minat membaca bagi anak sejak
usia dini. Orang tua hendaknya membiasakan agar anaknya memiliki kegemaran
untuk membaca. Sehingga, sampai dewasapun membaca akan tetap dinomor satukan
oleh mereka, walaupun setebal apapun bukunya dan sudah ada jalur yang lebih
mudah, seperti melihatnya dalam film. Pemerintahpun seharusnya juga menetapkan
buku-buku wajib yang harus dibaca oleh siswa. Mentargetkan agar setiap tahunnya
masing-masing siswa telah membaca sekian buku. Seperti halnya negara-negara
maju yang mewajibkan warganya untuk membaca sekian buku tiap tahunnya. Dengan
dikeluarkannya kebijakan tersebut, tentunya juga diiringi dengan pemberian buku
kepada tiap sekolah secara gratis. Sehingga tak ada lagi alasan bagi siswa
untuk tidak membaca buku.
Elvara
Norma A (02/XII IPA 2)
Komentar
Posting Komentar